Entri Populer

Rabu, 19 Januari 2011

rpp PAI


PENGEMBANGAN RPP DI MADRASAH
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah pengembangan kuikulum PAI di madrasah
SI/PAI/V/B
Dosen :Dr.H. Rahmat R.Syatibi, M.Ag
 



Oleh
wahyudi
NIM.2083141
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA
(STAINU) KEBUMEN
2010


KATA PENGANTAR
             Alhamdulillahirobil’alamin,puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu melakukan proses penyusunan makalah dengan judul ”pengembangan rpp pai di madrasah” dengan baik dan tepat waktu sebagai tugas dari mata kuliah pengembangan kurikulum PAI di madrasah
Sebagaimana kita ketahui bahwa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan manajemen  perencanaan pembelajaran untuk mencapai satu komputensi atau lebih koputensi dasar yang ditetapkan  dalam standar isi dan silabus,RPP merupakan komponen penting dari kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang pengembangannya harus dilakukan secara professional.
Dalam menyusun makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini belum bisa dikatakan sempurna karena keterbatasan wawasan dan referensi yang digunakan oleh penulis sehingga perlu adanya masukan yang membangun dan positif sebagai bahan evaluasi agar makalah ini menjadi lebih baik dalam penyusunan makalah ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kaih kepada pihak yang membantu baik secara mteari maupun non materi,tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak DR.Rahmat R.Syatibi,M.Ag selaku dosen yang telah membimbing penulis
Penulis berharap makalah ini dapat berguna dan bermanfaat khusunya bagi penulis sendiri dan bagi para pembaca pada umumnya .Amiin..
Penulis

Kebumen,    Desember 2010



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Penetapan undang-undang  pemerintah No 41 tahun 2007 memberikan suatu kebebasan kepada setiap guru untuk mengembangkan silabus menjadi rencana pelaksanaan pembelajaran yang dapat di kembangkan,baik oleh guru sekolah umum maupun sekolah madrasah,
Rencana pelaksanaan pembelajaran disusun secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran dapat berlangsung secara interaktif,inspiratif, menantang, memotivasi peserta didik agar berperan aktif ,serta memberikan ruang yang cukup bagi prakasa ,kreatifitas,bakat serta minat sesuai dan perkembangan fisik serta psikologi peserta didik.
RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan selama satu kali pertemuan atau lebih,guru merancang untuk setiap kali pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan.

B.     Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas muncul beberapa pertanyaan tentang pengembangan perencanaan pelaksanaan pembelajaran yang dijadikan sebagai rumusan masalah:
1.      Perlunya guru mengembangkan RPP khususnya di dalam madrasah
2.      Bagaimana langkah-langkah penysunan RPP agar RPP sesuai dengan tujuan pembelajaran
3.      Pihak-pihak terkait  dalam pengembangan kurikulum
C.     Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah tentang pengembangan RPP ini antara lain :
1.      RPP merupakan bentuk suatu pedoman dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai suatu tujuan pendidikan yang dibuat oleh pendidik untuk mendalami dan memahami beberapa prinsip,tujuan dan fungsi serta langkah-langkah penyusunan RPP
2.      Dengan  adanya RPP,kegiatan belajar  akan lebih terarah dan tujuan dari pembelajaran  akan dapat terwujud
D.    Kegunaan
1.      Penulisan makalah ini diharapkan bisa memberikan manfaat bagi :
2.      Penulis sebagai media belajar dan pendalaman materi  pengembangan kuriulum di madrasah khususnya tentang Perncanaan peaksanaan pembelajaran
3.      Teman-teman mahasiswa sebagai alon guru dalam mempelajari langkah-langkah dala pengembangan RPP
4.      Para guru sebagai rujukan dalam penguasaan langkah-langkah penyusunan RPP
5.      Para pembaca pada umumnya




BAB II
PENGEMBANGAN RPP DI MADRASAH
A.    Pengembangan Rencana pelaksanaan pembelajaran ( RPP)
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam silabus. Lingkup Rencana Pembelajaran paling luas mencakup 1 (satu) kompetensi dasar yang terdiri atas 1 (satu) indikator atau beberapa indikator untuk 1 (satu) kali pertemuan atau lebih,tugas guru yang paling utama terkait dengan RPP berbasis kurikulum KTSP adalah menjabarkan silabus pembelajaran ke dalam RPP yang lebih operasional dan terinci,serta siap dijadikan pedoman pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar[1] 
Dalam pengembangan RPP guru diberi kebebasan untuk mengubah, memodifikasi, menyusaikan silabus sesuai dengan kondisi sekolah dengan karakteristik peserta didik dan karakter guru sendiri dalam menjabarkan menjadi RPP yang siap di implementasikan menjadi rencan pembelajaran dan siap di jadikan pedoman pembentukan kompetensi peserta didik oleh karena itu ,guru di tuntut memahami asoek yang terkait dengan hakikat,fungsi,prinsip, dan prosedur pengembangan, serta cara mengukur efektivitas pelaksanaan pembelajaran[2]  RPP  idealnya di buat oleh guru sendiri karena guru lebih paham kondisi peserta didik yang akan diajar, sehingga pengembangan pengalaaman pembelajaran dan indicator yang ada dalam silabus dapat dilembangkan secara kontekstual dengan mempertimbangkan lingkungan dan sumber lain yang relevan, agar pembelajaran lebih bermakna bagi peserta didik dan dalam kehidupan sehari-hari serta mampu memecahkan masalah kehidupannya[3]

B.     Prinsip Pengembangan RPP
Pengembangan RPP ini tak lepas dari pengembangan silabus yang telah disusun di awal tahun ajaran baru, oleh guru,MGMP, KKG maupun bersama kepala sekolah, silabus yang telah di sepakati ini akan di jabarkan dan di kembangkan lagi menjadi RPP, rencana pelaksanaan pembelajaran  ini merupakan penjabarkan dari tiap-tiap KD yang telah di kembangkan dalam silabus,
Prinsip-prinsip Penyusunan RPP
a)      Memperhatikan perbedaan individu peserta didik
b)      Mendorong partisipasi aktif peserta didik
c)      Mengembangkan budaya membaca dan menulis
d)     Memberikan umpan balik dan tindak lanjut
e)      Keterkaitan dan keterpaduan
f)       Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi RPP
Dalam permendiknas no 41 tahun 2007 rancang  disusun dengan memuat komponen-komponen sebagai berikut :
1.      Identitas mata pelajaran
Identitas mata pelajaran meliputi : satuan pendidikan,kelas,semester,program atau program keahlian mata pelajaran dan jumlah pertemuan
2.      Standar komputensi
Merupakan standar minimal peserta didik yang menggambarkan penguasasaan pengetahuan,sikap dan ketrampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan semester pada satu mata pelajaran
3.      Komputensi dasar
Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasaipeserta didik dalam mata peelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indicator kompensasi dalam satu pelajaran


4.      Indicator pencapaian kompetensi
Indikator komputensi adalah perilaku yang dapat diukur untuk menunjukan ketercapainya kompetensi dasar tertentu yang menjadi acauan penilaian mata pelajaran
5.      Tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar
6.      Materi ajar
Materi ajar memuat fakta,konsep materi ajar,prinsip dan prosedur,yang relevan dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan pencapaian indicator pencapaian kompetensi
7.      Alokasi waktu
Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar

8.      Metode pembelajaran
Metode pembelajaran digunakan oleh pendidik untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indicator yang telah ditetapkan,pemilihan metode belajar disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik ,serta karakteristik dari setiap indicator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran
9.      kegiatan pembelajaran
a.       Pendahuluan
Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatau pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan peserta didik untuk partisipasi aktif dalam proses pembelajaran
b.      Inti
Kegiatan ini merupakan proses pembelajaran untuk KD,kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menanntang ,memotivasi peserta didik untuk berperan aktif, serta memberi ruang untuk kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat,minat serta perkembangan fisik dan psikologis peserta didik,kegiatan ini dilakuakan secara sistematis dan sistematik melalui proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi
c.       Penutup
Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dilakuakan dalam bentuk rangkuman atau simpulan,penilaian refleksi,umpan balik,dan tindak lanjut 
10.  Penilaian hasil belajar
Prosedur dan penialain proses hasil belajar disesuaiakan dengan indicator pencapaian kompetensidan mengacu kepada standar penilaian



11.  Sumber belajar
Penentuan sumber belajar didasarkan pada setandar kompetensi dan kompetensi dasar ,serta materi ajar,kegiatan pembelajaran dan indicakator pencapaian kompetensi.[4]
C.    Prinsip-prinsip penyusunan RPP
Adapun prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam pengembangan RPP antara lain :
1.      Memperhatikan perbedaan individu peserta didik
2.      Mendorong partisipasi aktif peserta didik
3.      Mengembangkan budaya membaca dan menulis
4.      Memberikan umpan balik dan tindak lanjut
5.      Keterkaitan dan keterpaduan



Table 1
Contoh rencana pelaksanaan pembelajaran
Nama sekolah : smk ma’arif kebumen
Mata pelajaran : pendidikan agama islam
Kelas/semester : XII/2
Alokasi waktu : 2 x 45 menit
A.      STANDAR KOMPETENSI
4.Memahami ayat alquran tentang lingkungan hidup
B.       KOMPETENSI DASAR
4.1Membaca Q.S Al-baqoroh ayat 29
4.2Menjelaskan arti Q.S Al-baqoroh ayat 29
4.3Melakukan contoh seperti yang terkandung dalam Q.S Al-baqoroh ayat 29
C.       TUJUAN PEMBELAJARAN
a.        siswa dapat membaca Q.S Al-baqaroh ayat 29 dengan benar
b.        siswa dapat menjelaskan Q.S Al-baqaroh ayat 29
c.        siswa dapat melakukan contoh seperti yang terkandung pada  Q.S Al-baqaroh ayat 29
D.      MATERI PELAJARAN
a.        Q.S Al-baqaroh ayat 29
E.       SUMBER BAHAN / ALAT
a.        Al-qur’an dan terjemahannya
b.        Buku PAI kelas XII
c.        Buku lain yang relevan
F.       KEGIATAN PEMBELAJARAN
Langkah-langkah
Indicator
Pengalaman belajar
metode
Penilaian
4.1.1 mampu membaca Q.S Al-baqaroh ayat 29
4..1.2mampu mengidentifikasi tajwid Q.S Al-baqaroh ayat 29
4.2.1mampu mengartikan kata-perkata Q.S Al-baqaroh ayat 29
4.2.2.mampu menterjemah Q.S Al-baqaroh ayat 29
4.2.1 mampu menggali kandungan al- qur’an tentang lingkungan hidup
4.2.2mampu menerapkan Q.S Al-baqaroh ayat 29
Merealisasikan nilai-nilai yang terkandung dalam Q.S Al-baqaroh ayat 29
Tanya tjawab,diskusi,pemberian tugas
Jenis tagihan : tugas individual
Bentuk instrument
Lembar pengamatan
Jenis tagiahan tugas individual
Tugas kelompok,ulangan harian
Bentuk instrument : ulangan singkat
Jenis tagiahan :perilaku individu :
Bentuk istrumen : lembar pengamatan
Pengembangan  RPP merupakan kegiatan guru dalam merencanakan penyajian pembelajaran secara kontekstual dengan mengembangkan RPP secara mandri ,guru benar-benar telah siap menguasai materi pelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik .kemampuan guru mengembangkan RPP secara mandiri merupakan indicator bahwa guru telah menguasai materi ajar dan metode pembelajaran yang akan digunakan,sehingga menyebabkan perubahan peran dan fungsi guru dalam proses pembelajaran
Dengan diberlakukanya kurikulum KTSP,guru diberi otonomi yang luas untuk mengembangkan kuriulum, memodifikasi, atau mengubah agar dapat disesuaikan dengan kebutuhan yang lebih specific dari peserta didik sekolah atau dareah, namun demikian, tampaknya guru belum mampu merespon kewenangan luas untuk lebih memaksimalkan proses maupun penilaian pembelajaran. Akibatnya, dalam pembelajaran guru masih berperan sebagai transformator dan belum berperan sebagai motivator yang dapat membangkitkan minat dan motivasi belajar peserta didik,[5]
Dengan mengembangkan RPP secara mandiri ,maka guru-guru mata pelajaran,khususnya guru madrasah akan lebih siap untuk mengimplementasikan dalam pembelajaran, sehingga dapat menggunakan pendekatan yang tepat. [6]








BAB III
KESIMPULAN
Pengembangan  RPP merupakan kegiatan guru dalam merencanakan penyajian pembelajaran secara kontekstual dengan mengembangkan RPP secara mandri.RPP merupakan suatu upaya memperkiarakan tindakan yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran
RPP yang lebih operasional dan terinci dan siap dijadikan pedoman pembelajaran sekurang-kurangnya memuat tujuan pembelajaran, materi ajar,metode pengajaran,sumber belajar dan penilaian hasil belajar
Dalam mengembangkan RPP guru diberi kebebasan untuk mengubah,memodifikasi dan menyesuaikan dengan karakteristik pesertaa didik,kondisi sekolah dan daerah,serta pemehaman guru itu sendiri dalam menjabarkan menjadi RPP sehingga dapat diimplementasikan dalam pembelajaran.


[1]  Lihat peraturan pemerintah No. 19/2005 pasal 20
[2]  E. Mulyasa, kurikulum tingkat satuan pendidikan,(Bandung : cv Merdeka Resdokarya,2006), hal 212-213
[3] Mansyur,metodologi pendidikan agama (jakarta: cv,forum,1981) hal 27
[4] E. Mulyasa, kurikulum tingkat satuan pendidikan,(Bandung : cv Merdeka Resdokarya,2006), hal 223

[5]  Lihat khaerudin dkk,kurikulum tingkat satuan pendidikan,hal 147
[6]  Rahmat raharjo,inovasi kurikulum PAI :pengembangan kurikulum dan pembelajaran,(Yogyakarta:magnum pustaka,2010),hal.100

pendidikan moderenisasi


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Kita telah memasuki abad 21 yang dikenal dengan abad pengetahuan. Para peramal masa depan (futurist) mengatakan sebagai abad pengetahuan karena pengetahuan akan menjadi landasan utama segala aspek kehidupan (Trilling dan Hood, 1999). Abad pengetahuan merupakan suatu era dengan tuntutan yang lebih rumit dan menantang. Suatu era dengan spesifikasi tertentu yang sangat besar pengaruhnya terhadap dunia pendidikan dan lapangan kerja. Perubahan-perubahan yang terjadi selain karena perkembangan teknologi yang sangat pesat, juga diakibatkan oleh perkembangan yang luar biasa dalam ilmu pengetahuan, psikologi, dan transformasi nilai-nilai budaya. Dampaknya adalah perubahan cara pandang manusia terhadap manusia, cara pandang terhadap pendidikan, perubahan peran orang tua/guru/dosen, serta perubahan pola hubungan antar mereka.
Trilling dan Hood (1999) mengemukakan bahwa perhatian utama pendidikan di abad 21 adalah untuk mempersiapkan hidup dan kerja bagi masyarakat.Tibalah saatnya menoleh sejenak ke arah pandangan dengan sudut yang luas mengenai peran-peran utama yang akan semakin dimainkan oleh pembelajaran dan pendidikan dalam masyarakat yang berbasis pengetahuan.
Kemerosotan pendidikan kita sudah terasakan selama bertahun-tahun, untuk kesekian kalinya kurikulum dituding sebagai penyebabnya. Hal ini tercermin dengan adanya upaya mengubah kurikulum mulai kurikulum 1975 diganti dengan kurikulum 1984, kemudian diganti lagi dengan kurikulum 1994. Nasanius (1998) mengungkapkan bahwa kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme sebagai penunjang kelancaran guru dalam melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu faktor internal yang meliputi minat dan bakat dan faktor eksternal yaitu berkaitan dengan lingkungan sekitar, sarana prasarana, serta berbagai latihan yang dilakukan guru.(Sumargi, 1996) Profesionalisme guru dan tenaga kependidikan masih belum memadai utamanya dalam hal bidang keilmuannya. Misalnya guru Biologi dapat mengajar Kimia atau Fisika. Ataupun guru IPS dapat mengajar Bahasa Indonesia. Memang jumlah tenaga pendidik secara kuantitatif sudah cukup banyak, tetapi mutu dan profesionalisme belum sesuai dengan harapan. Banyak diantaranya yang tidak berkualitas dan menyampaikan materi yang keliru sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan dan menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar berkualitas (Dahrin, 2000).
Banyak faktor yang menyebabkan kurang profesionalismenya seorang guru, sehingga pemerintah berupaya agar guru yang tampil di abad pengetahuan adalah guru yang benar-benar profesional yang mampu mengantisipasi tantangan-tantangan dalam dunia pendidikan.
B.     RUMUSAN MASALAH
  1. Guru sebagai tonggak awal pendidikan di abad pengetahuan?
  2. Ketidakprofesionalan guru dalam pembelajaran yang mrngakibatkan kekurang pahaman peserta didik?
  3. Upaya peningkatan keprofesionalan guru?
C.    TUJUAN PENULISAN
1.      Untuk mengetahui serta memahami peranan guru di abad 21
2.      Untuk memahami tugas-tugas guru serta kinerja guru di abad 21
3.      Meningkatkan pengetahuan bagi mahasiswa khususnya bagi calon guru untuk mengahadapi pendidikan abad 21

BAB II
PEMBAHASAN
1.      Pendidikan di Abad Pengetahuan
Para ahli mengatakan bahwa abad 21 merupakan abad pengetahuan karena pengetahuan menjadi landasan utama segala aspek kehidupan. Menurut Naisbit (1995) ada 10 kecenderungan besar yang akan terjadi pada pendidikan di abad 21 yaitu; (1) dari masyarakat industri ke masyarakat informasi, (2) dari teknologi yang dipaksakan ke teknologi tinggi, (3) dari ekonomi nasional ke ekonomi dunia, (4) dari perencanaan jangka pendek ke perencanaan jangka panjang, (5) dari sentralisasi ke desentralisasi, (6) dari bantuan institusional ke bantuan diri, (7) dari demokrasi perwakilan ke demokrasi partisipatoris, (8) dari hierarki-hierarki ke penjaringan, (9) dari utara ke selatan, dan (10) dari atau/atau ke pilihan majemuk.
Berbagai implikasi kecenderungan di atas berdampak terhadap dunia pendidikan yang meliputi aspek kurikulum, manajemen pendidikan, tenaga kependidikan, strategi dan metode pendidikan. Selanjutnya Naisbitt (1995) mengemukakan ada 8 kecenderungan besar di Asia yang ikut mempengaruhi dunia yaitu; (1) dari negara bangsa ke jaringan, (2) dari tuntutan eksport ke tuntutan konsumen, (3) dari pengaruh Barat ke cara Asia, (4) dari kontol pemerintah ke tuntutan pasar, (5) dari desa ke metropolitan, (6) dari padat karya ke teknologi canggih, (7) dari dominasi kaum pria ke munculnya kaum wanita, (8) dari Barat ke Timur. Kedelapan kecenderungan itu akan mempengaruhi tata nilai dalam berbagai aspek, pola dan gaya hidup masyarakat baik di desa maupun di kota. Pada gilirannya semua itu akan mempengaruhi pola-pola pendidikan yang lebih disukai dengan tuntutan kecenderungan tersebut. Dalam hubungan dengan ini pendidikan ditantang untuk mampu menyiapkan sumber daya manusia yang mampu menghadapi tantangan kecenderungan itu tanpa kehilangan nilai-nilai kepribadian dan budaya bangsanya.
Dengan memperhatikan pendapat Naisbitt di atas, Surya (1998) mengungkapkan bahwa pendidikan di Indonesia di abad 21 mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) Pendidikan nasional mempunyai tiga fungsi dasar yaitu; (a) untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, (b) untuk mempersiapkan tenaga kerja terampil dan ahli yang diperlukan dalam proses industrialisasi, (c) membina dan mengembangkan penguasaan berbagai cabang keahlian ilmu pengetahuan dan teknologi; (2) Sebagai negara kepulauan yang berbeda-beda suku, agama dan bahasa, pendidikan tidak hanya sebagai proses transfer pengetahuan saja, akan tetapi mempunyai fungsi pelestarian kehidupan bangsa dalam suasana persatuan dan kesatuan nasional; (3) Dengan makin meningkatnya hasil pembangunan, mobilitas penduduk akan mempengaruhi corak pendidikan nasional; (4) Perubahan karakteristik keluarga baik fungsi maupun struktur, akan banyak menuntut akan pentingnya kerja sama berbagai lingkungan pendidikan dan dalam keluarga sebagai intinya.
Nilai-nilai keluarga hendaknya tetap dilestarikan dalam berbagai lingkungan pendidikan; (5) Asas belajar sepanjang hayat harus menjadi landasan utama dalam mewujudkan pendidikan untuk mengimbangi tantangan perkembangan jaman; (6) Penggunaan berbagai inovasi Iptek terutama media elektronik, informatika, dan komunikasi dalam berbagai kegiatan pendidikan, (7) Penyediaan perpustakaan dan sumber-sumber belajar sangat diperlukan dalam menunjang upaya pendidikan dalam pendidikan; (8) Publikasi dan penelitian dalam bidang pendidikan dan bidang lain yang terkait, merupakan suatu kebutuhan nyata bagi pendidikan di abad pengetahuan.
Pendidikan di abad pengetahuan menuntut adanya manajemen pendidikan yang modern dan profesional dengan bernuansa pendidikan. Lembaga-lembaga pendidikan diharapkan mampu mewujudkan peranannya secara efektif dengan keunggulan dalam kepemimpinan, staf, proses belajar mengajar, pengembangan staf, kurikulum, tujuan dan harapan, iklim sekolah, penilaian diri, komunikasi, dan keterlibatan orang tua/masyarakat. Tidak kalah pentingnya adalah sosok penampilan guru yang ditandai dengan keunggulan dalam nasionalisme dan jiwa juang, keimanan dan ketakwaan, penguasaan iptek, etos kerja dan disiplin, profesionalisme, kerjasama dan belajar dengan berbagai disiplin, wawasan masa depan, kepastian karir, dan kesejahteraan lahir batin. Pendidikan mempunyai peranan yang amat strategis untuk mempersiapkan generasi muda yang memiliki keberdayaan dan kecerdasan emosional yang tinggi dan menguasai megaskills yang mantap. Untuk itu, lembaga penidikan dalam berbagai jenis dan jenjang memerlukan pencerahan dan pemberdayaan dalam berbagai aspeknya.
Menurut Makagiansar (1996) memasuki abad 21 pendidikan akan mengalami pergeseran perubahan paradigma yang meliputi pergeseran paradigma: (1) dari belajar terminal ke belajar sepanjang hayat, (2) dari belajar berfokus penguasaan pengetahuan ke belajar holistik, (3) dari citra hubungan guru-murid yang bersifat konfrontatif ke citra hubungan kemitraan, (4) dari pengajar yang menekankan pengetahuan skolastik (akademik) ke penekanan keseimbangan fokus pendidikan nilai, (5) dari kampanye melawan buta aksara ke kampanye melawan buat teknologi, budaya, dan komputer, (6) dari penampilan guru yang terisolasi ke penampilan dalam tim kerja, (7) dari konsentrasi eksklusif pada kompetisi ke orientasi kerja sama. Dengan memperhatikan pendapat ahli tersebut nampak bahwa pendidikan dihadapkan pada tantangan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam menghadapi berbagai tantangan dan tuntutan yang bersifat kompetitif.
2.      Gambaran Pembelajaran di Abad Pengetahuan
Praktek pembelajaran yang terjadi sekarang masih didominasi oleh pola atau paradigma yang banyak dijumpai di abad industri. Pada abad pengetahuan paradigma yang digunakan jauh berbeda dengan pada abad industri. Galbreath (1999) mengemukakan bahwa pendekatan pembelajaran yang digunakan pada abad pengetahuan adalah pendekatan campuran yaitu perpaduan antara pendekatan belajar dari guru, belajar dari siswa lain, dan belajar pada diri sendiri. Praktek pembelajaran di abad industri dan abad pengetahuan dapat dilihat pada Tabel berikut :

Abad industri
Abad pengetahuan
  1. Guru sebagai pengarah
  2. Guru sbgai sumber pengetahuan
  3. Belajar diarahkan oleh kuri- kulum.
  4. Belajar dijadwalkan secara ketat dgn waktu yang terbatas
  5. Terutama didasarkan pada fakta
  6. Bersifat teoritik, prinsip- prinsip dan survey
  7. Pengulangan dan latihan
  8. Aturan dan prosedur
  9. Kompetitif
  10. Berfokus pada kelas
  11. Hasilnya ditentukan sblmnya
  12. Mengikuti norma
  13. Komputer sbg subyek belajar
  14. Presentasi dgn media statis
  15. Komunikasi sebatas ruang kelas
  16. Tes diukur dengan norma
  1. Guru sebagai fasilitator, pembimbing, konsultan
  2. Guru sebagai kawan belajar
  3. Belajar diarahkan oleh siswa kulum.
  4. Belajar secara terbuka, ketat dgn waktu yang terbatas fleksibel sesuai keperluan
  5. Terutama berdasarkan proyek dan masalah
  6. Dunia nyata, dan refleksi prinsip dan survey
  7. Penyelidikan dan perancangan
  8. Penemuan dan penciptaan
  9. Colaboratif
  10. Berfokus pada masyarakat
  11. Hasilnya terbuka
  12. Keanekaragaman yang kreatif
  13. Komputer sebagai peralatan semua jenis belajar
  14. Interaksi multi media yang dinamis
  15. Komunikasi tidak terbatas ke seluruh dunia
  16. Unjuk kerja diukur oleh pakar, penasehat, kawan sebaya dan diri sendiri.

Berdasarkan Tabel dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa;
Pada abad industri banyak dijumpai belajar melalui fakta, drill dan praktek, dan menggunakan aturan dan prosedur-prosedur. Sedangkan di abad pengetahuan menginginkan paradigma belajar melalui proyek-proyek dan permasalahan-permasalahan, inkuiri dan desain, menemukan dan penciptaan.
Betapa sulitnya mencapai reformasi yang sistemik, karena bila paradigma lama masih dominan, dampak reformasi cenderung akan ditelan oleh pengaruh paradigma lama.
Meskipun telah dinyatakan sebagai polaritas, perbedaan praktik pembelajaran Abad Pengetahuan dan Abad Industri dianggap sebagai suatu kontinum. Meskipun sekarang dimungkinkan memandang banyak contoh praktek di Abad Industri yang “murni” dan jauh lebih sedikit contoh lingkungan pembelajaran di Abad Pengetahuan yang “murni”, besar kemungkinannya menemukan metode persilangan perpaduan antara metode di Abad Pengetahuan dan metode di Abad Industri. Perlu diingat dalam melakukan reformasi pembelajaran, metode lama tidak sepenuhnya hilang, namun hanya digunakan kurang lebih jarang dibanding metode-metode baru.
Praktek pembelajaran di Abad Pengetahuan lebih sesuai dengan teori belajar modern. Melalui penggunaan prinsip-prinsip belajar berorientasi pada proyek dan permasalahan sampai aktivitas kolaboratif dan difokuskan pada masyarakat, belajar kontekstual yang didasarkan pada dunia nyata dalam konteks ke peningkatan perhatian pada tindakan-tindakan atas dorongan pembelajar sendiri.
Pada Abad Pengetahuan nampaknya praktek pembelajaran tergantung pada piranti-piranti pengetahuan modern yakni komputer dan telekomunikasi, namun sebagian besar karakteristik Abad Pengetahuan bisa dicapai tanpa memanfaatkan piranti modern. Meskipun teknologi informasi dan telekomunikasi merupakan katalis yang penting yang membawa kita pada metode belajar Abad Pengetahuan, perlu diingat bahwa yang membedakan metode tersebut adalah pelaksanaan hasilnya bukan alatnya. Kita dapat melengkapi peralatan lembaga pendidikan kita dengan teknologi canggih tanpa mengubah pelaksanaan dan hasilnya.
Akhirnya yang paling penting, paradigma baru pembelajaran ini memberikan peluang dan tantangan yang besar bagi perkembangan profesional, baik pada preservice dan inservice guru-guru kita. Di banyak hal, paradigma ini menggam-barkan redefinisi profesi pengajaran dan peran-peran yang dimainkan guru dalam proses pembelajaran. Meskipun kebutuhan untuk merawat, mengasuh, menyayangi dan mengembangkan anak-anak kita secara maksimal itu akan selalu tetap berada dalam genggaman pengajaran, tuntutan-tuntutan baru Abad Pengetahuan menghasilkan sederet prinsip pembelajaran baru dan perilaku yang harus dipraktikkan. Berdasarkan gambaran pembelajan di abad pengetahuan di atas, nampalah bahwa pentingnya pengembangan profesi guru dalam menghadapi berbagai tantangan ini.
3.      Pengembangan Profesionalisme Guru
Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.
Memperhatikan kualitas guru di Indonesia memang jauh berbeda dengan dengan guru-guru yang ada di Amerika Serikat atau Inggris. Di Amerika Serikat pengembangan profesional guru harus memenuhi standar sebagaimana yang dikemukakan Stiles dan Horsley (1998) dan NRC (1996) bahwa ada empat standar standar pengembangan profesi guru yaitu; (1) Standar pengembangan profesi A adalah pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan pembelajaran isi sains yang diperlukan melalui perspektif-perspektif dan metode-metode inquiri. Para guru dalam sketsa ini melalui sebuah proses observasi fenomena alam, membuat penjelasan-penjelasan dan menguji penjelasan-penjelasan tersebut berdasarkan fenomena alam; (2) Standar pengembangan profesi B adalah pengembangan profesi untuk guru sains memerlukan pengintegrasian pengetahuan sains, pembelajaran, pendidikan, dan siswa, juga menerapkan pengetahuan tersebut ke pengajaran sains. Pada guru yang efektif tidak hanya tahu sains namun mereka juga tahu bagaimana mengajarkannya. Guru yang efektif dapat memahami bagaimana siswa mempelajari konsep-konsep yang penting, konsep-konsep apa yang mampu dipahami siswa pada tahap-tahap pengembangan, profesi yang berbeda, dan pengalaman, contoh dan representasi apa yang bisa membantu siswa belajar; (3) Standar pengembangan profesi C adalah pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan pembentukan pemahaman dan kemampuan untuk pembelajaran sepanjang masa. Guru yang baik biasanya tahu bahwa dengan memilih profesi guru, mereka telah berkomitmen untuk belajar sepanjang masa. Pengetahuan baru selalu dihasilkan sehingga guru berkesempatan terus untuk belajar; (4) Standar pengembangan profesi D adalah program-program profesi untuk guru sains harus koheren (berkaitan) dan terpadu. Standar ini dimaksudkan untuk menangkal kecenderungan kesempatan-kesempatan pengembangan profesi terfragmentasi dan tidak berkelanjutan.
Apabila guru di Indonesia telah memenuhi standar profesional guru sebagaimana yang berlaku di Amerika Serikat maka kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia semakin baik. Selain memiliki standar profesional guru sebagaimana uraian di atas, di Amerika Serikat sebagaimana diuraikan dalam jurnal Educational Leadership 1993 (dalam Supriadi 1998) dijelaskan bahwa untuk menjadi profesional seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal:
  1. Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya,
  2. Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada siswa,
  3. Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi,
  4. Guru mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya,
  5. Guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.
Arifin (2000) mengemukakan guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai;(1) dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21; (2) penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia; (3) pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah.
Dengan adanya persyaratan profesionalisme guru ini, perlu adanya paradigma baru untuk melahirkan profil guru Indonesia yang profesional di abad 21 yaitu :
  1. memiliki kepribadian yang matang dan berkembang;
  2. penguasaan ilmu yang kuat;
  3. keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi;
  4. pengembangan profesi secara berkesinambungan. Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru yang profesional.
Apabila syarat-syarat profesionalisme guru di atas itu terpenuhi akan mengubah peran guru yang tadinya pasif menjadi guru yang kreatif dan dinamis. Hal ini sejalan dengan pendapat Semiawan (1991) bahwa pemenuhan persyaratan guru profesional akan mengubah peran guru yang semula sebagai orator yang verbalistis menjadi berkekuatan dinamis dalam menciptakan suatu suasana dan lingkungan belajar yang invitation learning environment. Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, guru memiliki multi fungsi yaitu sebagai fasilitator, motivator, informator, komunikator, transformator, change agent, inovator, konselor, evaluator, dan administrator (Soewondo, 1972 dalam Arifin 2000).
Pengembangan profesionalisme guru menjadi perhatian secara global, karena guru memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam era hiperkompetisi. Tugas guru adalah membantu peserta didik agar mampu melakukan adaptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan serta desakan yang berkembang dalam dirinya. Pemberdayaan peserta didik ini meliputi aspek-aspek kepribadian terutama aspek intelektual, sosial, emosional, dan keterampilan. Tugas mulia itu menjadi berat karena bukan saja guru harus mempersiapkan generasi muda memasuki abad pengetahuan, melainkan harus mempersiapkan diri agar tetap eksis, baik sebagai individu maupun sebagai profesional.


4.      Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Profesionalisme Guru
Kondisi pendidikan nasional kita memang tidak secerah di negara-negara maju. Baik institusi maupun isinya masih memerlukan perhatian ekstra pemerintah maupun masyarakat. Dalam pendidikan formal, selain ada kemajemukan peserta, institusi yang cukup mapan, dan kepercayaan masyarakat yang kuat, juga merupakan tempat bertemunya bibit-bibit unggul yang sedang tumbuh dan perlu penyemaian yang baik. Pekerjaan penyemaian yang baik itu adalah pekerjaan seorang guru. Jadi guru memiliki peran utama dalam sistem pendidikan nasional khususnya dan kehidupan kita umumnya.
Guru sangat mungkin dalam menjalankan profesinya bertentangan dengan hati nuraninya, karena ia paham bagaimana harus menjalankan profesinya namun karena tidak sesuai dengan kehendak pemberi petunjuk atau komando maka cara-cara para guru tidak dapat diwujudkan dalam tindakan nyata. Guru selalu diinterpensi. Tidak adanya kemandirian atau otonomi itulah yang mematikan profesi guru dari sebagai pendidik menjadi pemberi instruksi atau penatar. Bahkan sebagai penatarpun guru tidak memiliki otonomi sama sekali. Selain itu, ruang gerak guru selalu dikontrol melalui keharusan membuat satuan pelajaran (SP). Padahal, seorang guru yang telah memiliki pengalaman mengajar di atas lima tahun sebetulnya telah menemukan pola belajarnya sendiri. Dengan dituntutnya guru setiap kali mengajar membuat SP maka waktu dan energi guru banyak terbuang. Waktu dan energi yang terbuang ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya.
Selain faktor di atas faktor lain yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru disebabkan oleh antara lain;
  1. Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan oleh banyak guru yang bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak ada;
  2. Belum adanya standar profesional guru sebagaimana tuntutan di negara-negara maju;
  3. (3) kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta sebagai pencetak guru yang lulusannya asal jadi tanpa mempehitungkan outputnya kelak di lapangan sehingga menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesi keguruan;
  4. Kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi.
Akadum (1999) juga mengemukakan bahwa ada lima penyebab rendahnya profesionalisme guru;
  1. Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total,
  2. Rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan,
  3. Pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan,
  4. Masih belum smooth-nya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan kepada calon guru,
  5. Masih belum berfungsi pgri sebagai organisasi profesi yang berupaya secara makssimal meningkatkan profesionalisme anggotanya. Kecenderungan pgri bersifat politis memang tidak bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya.
Namun demikian di masa mendatang PGRI sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para anggo-tanya. Dengan melihat adanya faktor-fak tor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru, pemerintah berupaya untuk mencari alternatif untuk meningkatkan profesi guru.



5.      Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru
Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan profesionalisme guru diantaranya meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar mulai tingkat persekolahan sampai perguruan tinggi. Program penyetaaan Diploma II bagi guru-guru SD, Diploma III bagi guru-guru SLTP dan Strata I (sarjana) bagi guru-guru SLTA. Meskipun demikian penyetaraan ini tidak bermakna banyak, kalau guru tersebut secara entropi kurang memiliki daya untuk melakukan perubahan.
Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Dalam proses ini, pendidikan prajabatan, pendidikan dalam jabatan termasuk penataran, pembinaan dari organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat terhadap profesi keguruan, penegakan kode etik profesi, sertifikasi, peningkatan kualitas calon guru, imbalan, dll secara bersama-sama menentukan pengembangan profesionalisme seseorang termasuk guru.Dengan demikian usaha meningkatkan profesionalisme guru merupakan tanggung jawab bersama antara LPTK sebagai penghasil guru, instansi yang membina guru (dalam hal ini Depdiknas atau yayasan swasta), PGRI dan masyarakat.
Dari beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah di atas, faktor yang paling penting agar guru-guru dapat meningkatkan kualifikasi dirinya yaitu dengan menyetarakan banyaknya jam kerja dengan gaji guru. Program apapun yang akan diterapkan pemerintah tetapi jika gaji guru rendah, jelaslah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya guru akan mencari pekerjaan tambahan untuk mencukupi kebutuhannya. Tidak heran kalau guru-guru di negara maju kualitasnya tinggi atau dikatakan profesional, karena penghargaan terhadap jasa guru sangat tinggi. Dalam Journal PAT (2001) dijelaskan bahwa di Inggris dan Wales untuk meningkatkan profesionalisme guru pemerintah mulai memperhatikan pembayaran gaji guru diseimbangkan dengan beban kerjanya. Di Amerika Serikat hal ini sudah lama berlaku sehingga tidak heran kalau pendidikan di Amerika Serikat menjadi pola anutan negara-negara ketiga. Di Indonesia telah mengalami hal ini tetapi ketika jaman kolonial Belanda. Setelah memasuki jaman orde baru semua ber ubah sehingga kini dampaknya terasa, profesi guru menduduki urutan terbawah dari urutan profesi lainnya seperti dokter, jaksa, dll.